Sabtu, 21 Maret 2009

April, Pelanggar Larangan Merokok Dimejahijaukan

PERATURAN DAERAH
Diunduh dari Harian KOMPAS, Kamis, 19 Maret 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/19/0339156/april.pelanggar.larangan.merokok.dimejahijaukan

Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak main-main lagi terhadap mereka yang melanggar Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Terhitung April, setelah pelaksanaan pemilu legislatif, warga masyarakat yang merokok di tempat terlarang akan ditangkap dan langsung dimejahijaukan.

Sidang akan digelar di tempat itu dengan sanksi pidana berupa maksimal enam bulan kurungan atau denda maksimal sebesar Rp 50 juta rupiah.

”Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan dilibatkan untuk proses persidangan ini,” kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta Peni Susanti, Rabu (18/3).

Tidak hanya perokok, jelas Peni, sanksi hukum juga akan diberikan kepada pemilik atau pengelola gedung yang tidak menyediakan ruang merokok dan satuan petugas untuk menindak pelanggar. Sanksi yang akan dikenakan berupa pencabutan izin usaha setelah terlebih dahulu mendapat surat teguran tertulis dan peringatan untuk meningkatkan fasilitas merokok.

Dua hari sebelumnya, Senin, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi untuk menindak pelaku pelanggaran perda dan peraturan gubernur itu. Instansi ini yang menyiapkan seluruh perangkat terkait pelaksanaan sidang di tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok.

Seperti diberitakan, perda dan peraturan gubernur itu ditetapkan tahun 2005. Dalam pelaksanaannya, penegakan hukum atas peraturan tersebut tidak berjalan dengan baik. Peraturan gubernur itu menyebutkan, lima tempat kawasan dilarang merokok adalah lembaga pusat pendidikan, rumah sakit, angkutan umum, tempat ibadah, dan tempat bermain anak-anak.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Harianto Badjoeri mengatakan, pihaknya siap membantu mengerahkan anggota Satuan Polisi Pamong Praja untuk menjaga kawasan dilarang merokok di lima wilayah.

”Agar penerapan perda antirokok itu tidak mandul dibutuhkan komitmen antara masyarakat dan Pemprov agar tercapai hasil maksimal,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Kajian Seputar Kota Jakarta (Kasta) Chaeruddin menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI harus tegas bersikap atas pelaksanaan perda dan peraturan gubernur tersebut.

”Jangan plin-plan seperti pelaksanaan selama ini yang hanya sebatas omongan semata. Katanya mau ditertibkan, nyatanya petugas keamanan hanya membiarkan banyak pelanggaran terjadi di depan mata mereka,” papar Chaeruddin. (PIN)

[ Kembali ]

Selasa, 10 Maret 2009

2012

Diunduh dari Harian KOMPAS, Minggu, 22 Februari 2009

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/22/01493576/2012


Oleh: Maria Hartiningsih

Heboh ramalan tahun 2012 sudah berlangsung lama, tetapi baru meluas sekitar 10 tahun terakhir. Penelitian tentang hal itu dilakukan banyak ahli dari berbagai bidang ilmu dan puluhan buku sudah diterbitkan.

Observasi astronomi sangat akurat selama berabad-abad para astronom genius Maya memberi pertanda, tanggal 21/12/2012 akan menjadi kelahiran zaman baru. Masa itu paling sakral sekaligus paling berbahaya dalam sejarah Bumi.

Menurut Laurence E Joseph dalam Apocalypse 2012, tanggal 21/12/2012 merupakan titik balik musim dingin tahunan ketika belahan Utara Bumi berada di titik terjauh dari Matahari sehingga siang sangat pendek.

Pada tanggal itu, tata surya dengan Matahari sebagai pusatnya, seperti diyakini bangsa Maya, akan menutupi pemandangan pusat Bimasakti dari Bumi. Para astronom Maya Kuno menganggap titik pusat ini sebagai rahim Bimasakti. Keyakinan itu didukung banyak pembuktian para astronom kontemporer bahwa di situlah tempat terciptanya bintang-bintang galaksi.

Saat ini, sejumlah lembaga penelitian ilmiah mengenai atmosfer, ruang angkasa, dan teknologi di Barat menduga ada lubang hitam tepat di pusat itu yang menyedot massa, energi, dan waktu, yang menjadi bahan baku penciptaan bintang masa depan.

Untuk pertama kalinya dalam 26.000 tahun, energi yang mengalir ke Bumi dari titik pusat Bimasakti akan sangat terganggu pada 21/12/2012, tepatnya pukul 11.11 malam. Semua itu disebabkan guncangan kecil pada rotasi Bumi.

Bangsa Maya yakin, sesingkat apa pun terputusnya pancaran dari pusat galaksi akan merusak keseimbangan mekanisme vital Bumi dan tubuh semua makhluk, termasuk manusia.

Memaknai ramalan

Ada yang menginterpretasikan 21/12/2002 sebagai ”kiamat”, tetapi banyak pula yang memaknainya secara kontemplatif.

Pakar psikologi transpersonal dari AS, Dr Beth Hedva, yang ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu, mengibaratkan Ibu Bumi sudah sangat dekat waktunya melahirkan. Proses kelahiran tak hanya diiringi darah dan penderitaan, tetapi juga harapan dan janji.

”Selalu terjadi kontraksi,” ujar Beth Hedva. Wujudnya perang, kekejian, dan bencana akibat penghancuran lingkungan dan perusakan atmosfer Bumi—dampak kebencian dan keserakahan manusia—serta bencana yang disebabkan faktor manusia dan nonmanusia.

Dalam antologi The Mystery 2012: Predictions, Prophecies & Possibilities (2007), ahli sistem komputer untuk ruang angkasa yang menjembatani ilmu pengetahuan dan spiritualitas, Gregg Braden, menyatakan, yang terpenting bukan apa yang akan terjadi, tetapi bagaimana potensi kolektif muncul dari pemahaman holistik dan kesadaran tentang siapa diri kita di tengah Semesta Raya.

Ahli fisika biologi dan ahli kanker pada Organisasi Kesehatan Dunia, Carl Johan Calleman, peneliti Kalender Maya, mengingatkan pada transformasi kesadaran manusia.

Robert K Stiler, Direktur Program Kajian Amerika Latin Universitas Stetson di DeLand, Florida, AS, menambahkan, ”Apa pun maknanya, bangsa Maya mengajak kita merengkuh hidup berkualitas dan kesehatan planet Bumi.”

Tahun 2012 adalah tahun berjaga dengan menyadari teknologi saja tak menjamin keberlangsungan Bumi. Begitu diingatkan José Argüelles, PhD, ahli Kalender Maya dan pakar sejarah seni dan estetika dari Universitas Chicago.

”Kalau kita tidak berjaga, planet Bumi akan hancur secara alamiah karena sekarang sudah jauh dari seimbang,” ia menambahkan. ”Pikiran manusia secara massal dikontrol dan dimanipulasi pemerintah dan institusi-institusi yang menjadi faktor kunci kehidupan modern.”

Christine Page, dokter medis, ahli homeopati dan kesehatan holistik, menjelaskan, tanggapan pada zaman baru sangat tergantung pada kemampuan memahami kesalingterkaitan dan menghargai Ibu Bumi. ”Alam dan semua makhluk hidup di Bumi adalah bagian diri kita yang harus diperlakukan penuh martabat, penghargaan, dan cinta,” ujarnya.

Jadi, pilihan ada di tangan manusia: membiarkan planet Bumi hancur atau melanjutkan evolusinya. Mari kita renungkan….

[ Kembali ]

Senin, 09 Maret 2009

Pluralisme Agama dan "Kebaikan Bersama"

Diunduh dari Harian KOMPAS,Jumat, 27 Februari 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/27/0036165/pluralisme.agama.dan.kebaikan.bersama

Oleh Benyamin F Intan

Pluralisme adalah kenyataan sekaligus persoalan. Bagaimana caranya keberagaman agama membawa kemaslahatan dan bukan menjadi persoalan bangsa?

Pertanyaan itu ditujukan kepada saya saat menjadi narasumber diskusi CSIS, merayakan HUT ke-75 Harry Tjan Silalahi (13/2/2009).

Pertanyaan itu juga relevan, mengingat kebebasan beragama di Tanah Air kian tidak kondusif. Dalam refleksi awal 2009, ”Merajut Ulang Keiindonesiaan”, Syafii Anwar dari ICIP melaporkan, angka kekerasan kebebasan berkeyakinan tahun 2008 naik 100 persen menjadi 360 pelanggaran.

SETARA Institute mencatat, dari 367 pelanggaran kebebasan beragama tahun 2008, 88 adalah tindak kriminal warga dan 91 berupa intoleransi individu. Penghargaan terhadap realitas pluralisme menipis. Hal ini patut disesalkan, mengingat pluralisme suatu keniscayaan menghadirkan negara demokratis.

Salah kaprah

Penolakan terhadap pluralisme agama sering disebabkan kesalahpahaman atas konsep pluralisme. Pluralisme dipahami seolah sama dengan relativisme yang menganggap semua agama sama. Pola pikir pluralisme indiferen ini tidak menghargai keunikan beragama. Aspek keagamaan hakiki seperti kepercayaan religius yang membedakan agama satu dari yang lain tidak diperlakukan secara wajar. Hans Kung menyebutnya pluralisme ”murahan” tanpa diferensiasi dan tanpa identitas. Melaluinya, agama-agama dinisbikan, mengarah pada sinkretisme agama.

Beda dari indiferen, pluralisme nonindiferen mengakui dan menghargai keberagaman agama. Pola pikir ini menganggap serius aneka perbedaan antaragama. Paradigma ini menentang pereduksian nilai-nilai luhur agama, apalagi meleburkan satu agama dengan agama lain.

Seorang pluralis tidak harus menganut pluralisme indiferen. Penganut pluralisme indiferen pasti pluralis, tetapi pluralis belum tentu penganut pluralisme indiferen. Sebaliknya, menolak pluralisme indiferen tidak harus dicap antipluralis. Sejauh menganut pluralisme nonindiferen, orang itu pluralis. Namun, jika pluralisme nonindiferen ini pun ditolak, orang itu antipluralis.

Komunitas merdeka

Umum mengetahui, penolakan pluralisme nonindiferen, ketidaksanggupan menerima kehadiran ”yang lain”, menjadi pemicu utama konflik agama. Di sini masalah keberagaman diselesaikan dengan ”hukum rimba” melalui prinsip live and let die. Perbedaan dihilangkan dengan membidik hak hidup ”yang lain”, yang lemah dipaksa menuruti kehendak yang kuat.

Kebebasan menjadi barang mahal, terenggut arogansi dan dominasi pihak kuat. Dalam kondisi itu, ”komunitas merdeka” (community of freedom) menjadi prasyarat hadirnya pluralisme agama. Paradigma komunitas merdeka menjamin kebebasan agama pertama-tama dalam bentuk ”imunitas negatif” (negative immunity), di mana agama hidup damai melalui sikap live and let live (David Hollenbach, The Global Face of Public Faith, 142).

Dalam pola demikian, perbedaan diterima dengan terpaksa. Ada toleransi, tetapi amat minim. Penerimaan satu sama lain belum sepenuh hati, genuinitasnya diragukan. Ada hidup bersama, tetapi tak ada kebersamaan. Ada sapaan, tapi tak ada interaksi.

Sikap hidup seperti ini tidak cukup. Hidup bersama bukan hanya sosial dan praktis, tetapi juga harus secara ”teologis”. Toleransi bukan sekadar menerima kebera- gaman, tetapi bagaimana agar keberagaman membawa manfaat.

Dengan demikian, komunitas merdeka juga harus mencakup ”imunitas positif” (positive immunity), di mana agama bebas memengaruhi kehidupan publik dengan nilai-nilai universal yang diyakini (David Hollenbach, The Global Face of Public Faith, 143).

”Kebaikan bersama”

Peran publik agama harus dilakukan bersama dalam dialog membentuk ”kebaikan bersama” (common good). Dari tiap kelompok agama diperlukan ”kebajikan agung” (very great virtues), mencakup semangat kerja sama (spirit of cooperation), adil (fair-mindedness), kebernalaran (reasonableness), dan toleransi (John Rawls, Overlapping Consensus, 17). Selain itu, dibutuhkan good will memaslahatkan bangsa.

Konsepsi ”kebaikan bersama” yang dihasilkan bukan pendapat mayoritas atau sekadar titik temu argumentasi populer. ”Kebaikan bersama” dicapai saat ”doktrin solid” (doctrine solidifies) dan ada konsensus (John Courtney Murray, We Hold These Truths, 105). Itu berarti ”kebaikan bersama” bukan ”jumlah keseluruhan” (the sum), tetapi ”kesatuan” (the unity) dari partial goods. Meski kesatuan dari partial goods, ”kebaikan bersama” harus berjiwa pluralis (pluralist in structure) (John Courtney Murray, The Problem of State Religion, 158).

Artinya, ”kebaikan bersama” harus menjiwai spirit Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. ”Kebaikan bersama” berbeda dari partial good tiap kelompok agama, tetapi tidak boleh bertentangan dengan kepercayaan dan ajaran tiap kelompok. Syarat minimal ”kebaikan bersama”. Karena itu, menurut Franz Magnis-Suseno, harus bisa dijamin hak-hak kelompok minoritas.

Singkatnya, melalui prinsip ”kebaikan bersama”, jauh dari petaka bangsa, kehadiran pluralisme agama justru menjadi agen memaslahatkan bangsa.

Benyamin F Intan Direktur Eksekutif Reformed Center for Religion and Society

[ Kembali ]

MUI Diminta Berhati-hati Mengeluarkan Fatwa

HAK PILIH
Diunduh dari Harian KOMPAS, Jumat, 6 Februari 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/06/00182959/mui.diminta.berhati-hati.mengeluarkan.fatwa


Washington DC, Kompas - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengkritik fatwa dari Majelis Ulama Indonesia, yang menyatakan bahwa tidak menjalankan hak pilihnya atau menjadi golongan putih dalam Pemilu 2009, jika ada calon yang layak dipilih, merupakan sesuatu yang haram. Itu karena dengan MUI menyatakan pendapat itu, yang oleh sebagian warga disebut fatwa golput, warga negara yang tak menjalankan hak pilihnya dalam pemilu dikategorikan berdosa dan masuk neraka.

Kritik Kalla itu disampaikan saat menjelaskan kondisi dalam negeri menjelang pemilu, terkait dengan adanya fatwa MUI yang belum lama ini dikeluarkan dalam Sidang Ijtima Fatwa MUI di Padang Panjang, Sumatera Barat, saat bersilaturahim dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat (AS), Rabu (4/2) waktu setempat di Wisma Indonesia, Washington DC, AS.

”Fatwa haram bagi yang tidak memilih itu harus hati-hati. Saya tanya ke MUI, mengapa haram? Kalau haram, itu kan berarti dosa. Kalau dosa, itu artinya masuk neraka. Apabila menjadi golput, artinya dia akan masuk ke neraka. Apakah seperti itu?” ujar Wapres lagi.

Menurut Wapres, fatwa MUI tersebut sebenarnya merupakan acuan bagi masyarakat. Namun, apabila masyarakat hanya mengetahui itu sebagai kewajiban, hal tersebut bisa menimbulkan persoalan dalam pelaksanaannya. Padahal, fatwa MUI itu hanya sebagai panduan umat, bukan kewajiban.

Hanya tersenyum

Wapres kemudian menceritakan, saat fatwa MUI itu dikeluarkan, ia kemudian menghubungi Wakil Ketua Umum MUI Din Syamsuddin, yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. ”Saya telepon Bapak, kan? Bapak kan waktu itu mengatakan tidak terlalu setuju? Kalau MUI begitu, ya sudahlah,” ungkap Wapres, sambil menanyakan lagi kepada Din, yang hadir dalam acara silaturahim itu. Din tidak menjawab.

Hal senada juga disampaikan kepada Utusan Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk negara-negara Timur Tengah Alwi Shihab yang juga hadir dalam silaturahim tersebut. Namun, Alwi hanya tersenyum. Sejumlah organisasi umat Islam tidak sepakat dengan fatwa itu. (Suhartono)

[ Kembali ]

Umat Islam Jangan Golput

SIKAP POLITIK
Diunduh dari Harian KOMPAS, Selasa, 27 Januari 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/27/00513437/umat.islam.jangan.golput

Jakarta, Kompas - Ijtima atau kesepakatan Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III yang diselenggarakan pada 23-26 Januari 2009 di Padang Panjang, Sumatera Barat, di antaranya menyebutkan anjuran agar umat Islam menggunakan hak politiknya. Namun, dalam memilih pemimpin hendaknya umat dapat memilih mereka yang beriman dan bertakwa, jujur, bisa di percaya dan aspiratif terhadap umat Islam, serta mempunyai kemampuan, dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.

Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat itu, atau tidak memilih sama sekali, padahal masih ada calon yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud, hukumnya haram. Hal ini disampaikan Humas Majelis Ulama Indonesia (MUI) Djalal yang dihubungi dari Jakarta, Senin (26/1) malam. ”Artinya, golput haram bila masih ada calon yang amanah dan imarah apa pun partainya,” ujarnya.

Dalam jumpa MUI sebelum ijtima ulama, Ketua MUI KH Ma’ruf Amin mengatakan, ijtima ulama ini ditujukan untuk menjawab berbagai masalah kebangsaan dan keagamaan kontemporer, seperti golput (golongan putih, orang yang sengaja tak memakai hak pilihnya), senam pernapasan yoga, pernikahan usia dini, dan rokok, juga berbagai undang-undang. Secara umum, pembahasan permasalahan itu dibagi dalam tiga agenda besar.

Pertama, Masail Asasiyyah Watahaniyyah (masalah strategis kebangsaan). Kelompok ini membahas prinsip Islam tentang hubungan antaragama, peran agama dalam pembinaan moral bangsa, dan golput dalam pemilu. Kedua, Masail Fiqhiyyah Muashirah (masalah fikih kontemporer), yaitu membahas masalah hukum merokok, pernikahan usia dini, bank mata dan organ tubuh lainnya, zakat, makanan halal, wakaf serta senam pernapasan yoga.

Ketiga, Masail Qanuniyyah (masalah hukum dan perundang-undangan), yaitu membahas tentang Rancangan UU Jaminan Produk Halal, tindak lanjut UU Pornografi, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, UU Kepariwisataan, dan UU Perbankan Syariah.

Ketua Umum MUI KH Sahal Mahfudh mengimbau partai politik berkampanye secara santun dan tidak provokatif. (mam)

[ Kembali ]

Ajak Ulama dan Umat Kembali ke Parpol Islam

PARTAI POLITIK
Diunduh dari Harian KOMPAS, Kamis, 19 Februari 2009
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/19/0010470/ajak.ulama.dan.umat.kembali.ke.parpol.islam


Jakarta, Kompas - Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin mengajak ulama dan umat Islam yang berada di partai sekuler untuk kembali ke partai politik Islam. MUI tak mungkin mengeluarkan fatwa agar umat Islam memilih parpol berasaskan Islam. Namun, ia sebagai pribadi bisa menganjurkan untuk memilih partai Islam.

Hal itu dikatakan Ma’ruf pada Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan Ke-45 di Jakarta, Rabu (18/2). Pertemuan yang mengangkat tema ”Fatwa Golput dan Peluang Partai Islam” ini, antara lain, menghadirkan pembicara Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saefudin dan Ahmad Sumargono dari Partai Bulan Bintang.

”Partai Islam yang memperjuangkan Islam tak akan kekurangan pendukung. Peluangnya tetap besar, apalagi kita tahu Indonesia mayoritas umat Islam. Mereka masih ada yang fanatik dan tak peduli program, pokoknya partai Islam akan didukungnya,” ujar Ma’ruf.

Namun, Ma’ruf mengingatkan pula bahwa masih banyak Muslim di Indonesia yang berpikir rasional. Pada kelompok inilah partai Islam harus bisa meyakinkan mereka bahwa Islam itu betul-betul rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam)

Menurut Ma’ruf, parpol Islam harus menggalang soliditas. Partai Islam selama ini seperti limbung sehingga umat Islam juga jangan mudah terprovokasi menjadi golput, yang akhirnya tak menempatkan Muslim di DPR.

Ma’ruf juga prihatin dengan partai Islam yang meragukan prinsip keislaman, bahkan mencoba ke tengah. Partai Islam yang seharusnya menjadi partai dakwah tak seharusnya terbawa suasana masyarakat, dan seharusnya mengubah masyarakat.

Sumargono mengatakan, partai Islam tidak terikat pada menang atau kalah, tetapi memperjuangkan kebenaran. (mam)

[ Kembali ]

Minggu, 01 Maret 2009

Isu Kiamat Tahun 2012 yang Meresahkan

Sumber: Harian KOMPAS, Rabu, 26 November 2008
http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/26/13072198/isu.kiamat.tahun.2012.yang.meresahkan#

Oleh Yuni Ikawati

Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang kiamat yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012.

Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.

Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

Langkah antisipatif

Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.

Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.

Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.

Yuni Ikawati
Sumber : Kompas Cetak

[ Kembali ]

No Doomsday in 2012

May 19th, 2008
Written by Ian O'Neill
http://www.universetoday.com/2008/05/19/no-doomsday-in-2012/


Did the Mayans REALLY predict a doomsday event?
Apparently, the world is going to end on December 21st, 2012. Yes, you read correctly, in some way, shape or form, the Earth (or at least a large portion of humans on the planet) will cease to exist. Stop planning your careers, don't bother buying a house, and be sure to spend the last years of your life doing something you always wanted to do but never had the time. Now you have the time, four years of time, to enjoy yourselves before… the end.

So what is all this crazy talk? We've all heard these doomsday predictions before, we're still here, and the planet is still here, why is 2012 so important? Well, the Mayan calendar stops at the end of the year 2012, churning up all sorts of religious, scientific, astrological and historic reasons why this calendar foretells the end of life as we know it. The Mayan Prophecy is gaining strength and appears to be worrying people in all areas of society. Forget Nostradamus, forget the Y2K bug, forget the credit crunch, this event is predicted to be huge and many wholeheartedly believe this is going to happen for real. Planet X could even be making a comeback.

Related 2012 articles:

* 2012: No Geomagnetic Reversal (posted October 3rd 2008)
* 2012: No Killer Solar Flare (posted June 21st 2008)
* 2012: Planet X Is Not Nibiru (posted June 19th 2008)
* 2012: No Planet X (posted May 25th 2008)
* No Doomsday in 2012 (posted May 19th 2008)

For all those 2012 Mayan Prophecy believers out there, I have bad news. There is going to be no doomsday event in 2012, and here's why…

The extent of the Mayan empire

The Mayan Calendar
So what is the Mayan Calendar? The calendar was constructed by an advanced civilization called the Mayans around 250-900 AD. Evidence for the Maya empire stretches around most parts of the southern states of Mexico and reaches down to the current geological locations of Guatemala, Belize, El Salvador and some of Honduras. The people living in Mayan society exhibited very advanced written skills and had an amazing ability when constructing cities and urban planning. The Mayans are probably most famous for their pyramids and other intricate and grand buildings. The people of Maya had a huge impact on Central American culture, not just within their civilization, but with other indigenous populations in the region. Significant numbers of Mayans still live today, continuing their age-old traditions.

The Mayans used many different calendars and viewed time as a meshing of spiritual cycles. While the calendars had practical uses, such as social, agricultural, commercial and administrative tasks, there was a very heavy religious element. Each day had a patron spirit, signifying that each day had specific use. This contrasts greatly with our modern Gregorian calendar which primarily sets the administrative, social and economic dates.

Venus Express observation of Venus (ESA)

Most of the Mayan calendars were short. The Tzolk'in calendar lasted for 260 days and the Haab' approximated the solar year of 365 days. The Mayans then combined both the Tzolk'in and the Haab' to form the "Calendar Round", a cycle lasting 52 Haab's (around 52 years, or the approximate length of a generation). Within the Calendar Round were the trecena (13 day cycle) and the veintena (20 day cycle). Obviously, this system would only be of use when considering the 18,980 unique days over the course of 52 years. In addition to these systems, the Mayans also had the "Venus Cycle". Being keen and highly accurate astronomers they formed a calendar based on the location of Venus in the night sky. It's also possible they did the same with the other planets in the Solar System.

Using the Calendar Round is great if you simply wanted to remember the date of your birthday or significant religious periods, but what about recording history? There was no way to record a date older than 52 years.

The end of the Long Count = the end of the Earth?
The Mayans had a solution. Using an innovative method, they were able to expand on the 52 year Calendar Round. Up to this point, the Mayan Calendar may have sounded a little archaic - after all, it was possibly based on religious belief, the menstrual cycle, mathematical calculations using the numbers 13 and 20 as the base units and a heavy mix of astrological myth. The only principal correlation with the modern calendar is the Haab' that recognised there were 365 days in one solar year (it's not clear whether the Mayans accounted for leap years). The answer to a longer calendar could be found in the "Long Count", a calendar lasting 5126 years.

I'm personally very impressed with this dating system. For starters, it is numerically predictable and it can accurately pinpoint historical dates. However, it depends on a base unit of 20 (where modern calendars use a base unit of 10). So how does this work?

palenque_ruins-250x187 No Doomsday in 2012

The base year for the Mayan Long Count starts at "0.0.0.0.0". Each zero goes from 0-19 and each represent a tally of Mayan days. So, for example, the first day in the Long Count is denoted as 0.0.0.0.1. On the 19th day we'll have 0.0.0.0.19, on the 20th day it goes up one level and we'll have 0.0.0.1.0. This count continues until 0.0.1.0.0 (about one year), 0.1.0.0.0 (about 20 years) and 1.0.0.0.0 (about 400 years). Therefore, if I pick an arbitrary date of 2.10.12.7.1, this represents the Mayan date of approximately 1012 years, 7 months and 1 day.

This is all very interesting, but what has this got to do with the end of the world? The Mayan Prophecy is wholly based on the assumption that something bad is going to happen when the Mayan Long Count calendar runs out. Experts are divided as to when the Long Count ends, but as the Maya used the numbers of 13 and 20 at the root of their numerical systems, the last day could occur on 13.0.0.0.0. When does this happen? Well, 13.0.0.0.0 represents 5126 years and the Long Count started on 0.0.0.0.0, which corresponds to the modern date of August 11th 3114 BC. Have you seen the problem yet? The Mayan Long Count ends 5126 years later on December 21st, 2012.

Doomsday
When something ends (even something as innocent as an ancient calendar), people seem to think up the most extreme possibilities for the end of civilization as we know it. A brief scan of the internet will pull up the most popular to some very weird ways that we will, with little logical thought, be wiped off the face of the planet. Archaeologists and mythologists on the other hand believe that the Mayans predicted an age of enlightenment when 13.0.0.0.0 comes around; there isn't actually much evidence to suggest doomsday will strike. If anything, the Mayans predict a religious miracle, not anything sinister.

Myths are abound and seem to be fuelling movie storylines. It looks like the new Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull is even based around the Mayan myth that 13 crystal skulls can save humanity from certain doom. This myth says that if the 13 ancient skulls are not brought together at the right time, the Earth will be knocked off its axis. This might be a great plotline for blockbuster movies, but it also highlights the hype that can be stirred, lighting up religious, scientific and not-so-scientific ideas that the world is doomed.

Could an asteroid wipe out the Earth? (NASA)

Some of the most popular space-based threats to the Earth and mankind focus on Planet X wiping most life off the planet, meteorite impacts, black holes, killer solar flares, Gamma Ray Bursts from star systems, a rapid ice age and a polar (magnetic) shift. There is so much evidence against these things happening in 2012, it's shocking just how much of a following they have generated. Each of the above "threats" needs their own devoted article as to why there is no hard evidence to support the hype.

But the fact remains, the Mayan Doomsday Prophecy is purely based on a calendar which we believe hasn't been designed to calculate dates beyond 2012. Mayan archaeo-astronomers are even in debate as to whether the Long Count is designed to be reset to 0.0.0.0.0 after 13.0.0.0.0, or whether the calendar simply continues to 20.0.0.0.0 (approximately 8000 AD) and then reset. As Karl Kruszelnicki brilliantly writes:

"…when a calendar comes to the end of a cycle, it just rolls over into the next cycle. In our Western society, every year 31 December is followed, not by the End of the World, but by 1 January. So 13.0.0.0.0 in the Mayan calendar will be followed by 0.0.0.0.1 - or good-ol' 22 December 2012, with only a few shopping days left to Christmas." - Excerpt from Dr Karl's "Great Moments in Science".

Sources: Dr Karl's Great Moments in Science, IHT, 2012 Wiki

Leading image credits: MIT (supernova simulation), WikiMedia (Mayan pyramid Chichen Itza). Effects and editing: myself.
Enjoyed this article? Subscribe to the feed.

Filed under: 2012, Earth
Related stories on Universe Today

* Comments on "No Doomsday in 2012"
* Listen to Terra Chat Live Tonight: 2012 and the Mayan Prophecy (Updated)
* Listen to Paranormal Radio Live Tonight: The 2012 Controversy
* New Moon, 2012
* Paranormal Radio's "2012 Just Another Day" Show Now Available!

One Response to “No Doomsday in 2012”

1. Fraser Cain Says:
October 31st, 2008 at 8:59 am

At the time I'm writing this, there were 2400+ comment on this article. Loading up this page was crashing my webserver, so I've had to move the comments to a different page. If you're interested in looking at the comments, you can access them here.

http://www.universetoday.com/2008/05/18/comments-on-no-doomsday-in-2012/

If you want to continue commenting on this article, please do it in the forum, which is better able to handle a lot of comments.

http://www.bautforum.com/universe-today-story-comments/74312-no-doomsday-2012-a.html

[ Kembali ]